Ini adalah cerpen yang sempat saya ikutkan pada lomba #TeenHorror (cerpen yang mengambil tema horor, namun memiliki ciri khas bahasa dan gaya penulisan untuk kalangan remaja). Lomba ini dilangsungkan tahun 2013 (saya lupa bulannya) atas kerjasama Penerbit Diva Press Jogjakarta dengan Grup Kepenulisan UNSA. Cerpen saya yang bertajuk Suicide48 berhasil lolos di tahap penyisihan babak pertama. Awalnya itu membuat saya senang, namun setelah Tahap Akhir, cerpen saya gagal masuk untuk dijadikan buku antologi. Meskipun begitu, saya masih punya tekad untuk terus berkarya. Karena bagi saya, kegagalan itu hanya sebagai bibit salah pilih--yang suatu saat nanti--saya akan menemukan bibit yang sesuai, yang unggulan, hingga tumbuh subur, beranak-pinak dan bisa dinikmati orang banyak.
Berikut cerpen saya:
Suicide48
Empat puluh delapan gadis remaja
dari grup idola JKT48 generasi pertama dan generasi kedua sedang mempersiapkan
diri untuk tampil di lagu penutup konser mereka. Sekarang, mereka sedang
berkumpul di belakang panggung. Konser yang mereka jalani adalah konser mereka
yang pertama di Bascamp mereka
sendiri dan konser ini diadakan khusus untuk para fans dari grup mereka.
Para Member—sebutan untuk personil
JKT48—memakai baju yang senada: rok kembang sepaha warna kuning, baju atasan
yang mirip dengan seragam sekolah negara Jepang, dan sepatu bot semata kaki
berwarna hitam. Yang membedakan setiap Member adalah bentuk rambut serta hiasan
kepala yang mereka kenakan berbeda-beda. Ada yang memakai bando bunga putih,
ada yang rambutnya digayakan seperti Sailormoon, dan lain sebagainya.
Sebelum naik ke atas panggung, para
Member membentuk gerakan melingkar. Ada yang aneh di sana. Tatapan mereka tajam
dan penuh arti satu sama lain, seperti sebuah komunikasi yang tak perlu kata-kata
untuk mengetahuinya. Mereka saling mengangguk dan kemudian menelan sebuah pil
putih seukuran biji jagung. Pil itu adalah pemberian dari Melody, center dari grup idola itu.
Mereka naik ke atas panggung dengan
mengumbar senyum dan wajah ceria—360 derajat berbeda dengan apa yang sudah
terjadi di belakang panggung. Mereka melambai gembira menyambut teriakan meriah
dari para fans yang dengan setia
menunggu lagu penutup dari konser idola mereka. Para fans membawa stik lampu dan menggerak-gerakkannya di angkasa dengan
gerakan maju mundur sambil berteriak histeris, “Je-ke-ti. For-ti-eg! Je-ke-ti.
For-ti-eg!”
“Selamat malam,” kata Melody yang
langsung disambut riuh rendah suara para fans.
“Terima kasih buat kalian semua yang sudah meluangkan waktu untuk menonton
konser pertama kami ini. Semoga ke depannya, kami bisa mengadakan konser serupa
untuk kalian semua. Kami juga mengucapkan terima kasih, karena kalian sudah mendukung
kami hingga generasi kedua JKT48. Je-ke-ti!”
“For-ti-eg!” sambung fans mereka.
“Sebagai lagu penutup, kami akan
membawakan lagu Aitakata.”
Para Member pun mengambil posisi
koreo untuk lagu Aitakata. Ketika lagu diputar, ketika para fans berteriak untuk menyanyikan lagu
itu, ketika itu pulalah 48 Member terjatuh di lantai dengan mata melotot ke
atas, tubuh kejang-kejang, dan mulut yang dipenuhi busa putih kemerah-merahan.
Secara serentak, darah kental merah kehitaman menyembur dari mulut 48 Member.
Keadaan panik. Para fans menjerit. Lagu masih berputar. Kru
panggung berhamburan naik ke atas untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Lagu
pun dihentikan dan para fans sekarang
terdiam, menahan rasa ngeri melihat kejadian di depan mata mereka. Idola mereka
tergeletak di lantai panggung dengan kondisi yang mirip keracunan.
Sebagai
tindak lanjut atas kejadian yang tidak mereka ketahui, salah satu kru memanggil
Ambulans.
Hampir
satu jam berlalu. Empat puluh tujuh Member sudah tewas karena terlambat untuk
dibawa ke rumah sakit dan sebagian tewas setelah mendapat pertolongan ketika
tiba di rumah sakit. Tetapi, satu orang Member berhasil selamat dan sekarang
dia sedang berada di ruang UGD.
Member
itu bernama, Nabila. Dokter mengatakan, kemungkinan Nabila yang terakhir
menelan racun dan orang pertama yang mendapat pertolongan dari rumah sakit.
Jadi, dokter masih sempat untuk menetralisir racun dan mengeluarkannya dari
tubuh Nabila. Kemungkinan besar, dua jam lagi Nabila akan sadar.
Maryono,
seorang polisi, sedang menunggu di rumah sakit menanti Nabila hingga sadar.
Maryono sudah melakukan penyisiran terhadap lokasi kejadian. Dia tidak
menemukan apa-apa selain darah yang sudah menggumpal di lantai panggung. Dan
para kru mengatakan, para Member tidak memakan apa pun selain jamuan makan
malam yang mereka makan sebelum konser. Tetapi para kru juga menambahkan,
mereka juga memakan makanan yang sama dengan para Member dan mereka masih
baik-baik saja. Jadi, racun tersebut bukan berasal dari makanan yang mereka
konsumsi. Meskipun begitu, Maryono masih belum tahu darimana asal racun itu. Apakah
dari salah satu fans? Atau mungkin haters?
Ketika
Maryono sibuk memikirkan motif tewasnya para Member, suara parau seorang wanita
menghentikan pikirannya. “Pak Maryono, Nabila sudah sadar. Dia sudah kami
pindahkan di ruangan rawat inap. Sekarang sudah bisa diajak komunikasi.”
“Terima
kasih, Dok.”
Maryono
pun mengekor di belakang dokter wanita itu. Setelah melewati lorong demi lorong,
mereka tiba di ruangan Nabila. Ruangan itu sebesar kamar tidur yang luas.
Nabila tergeletak lemah dengan infus bergelantungan di sisinya. Hidungnya
memakai selang alat bantu napas. Suara bip lemah dari alat pendeteksi detak
jantung memenuhi ruangan yang beraroma antiseptik itu.
Di
ruangan itu, hanya ada kedua orang tua Nabila dan koreografer JKT48 yang sedang
menungguinya. Ibu Nabila dengan sendu mengusap kepala anaknya. Matanya bengkak karena
terus menangisi anaknya berjam-jam. Ayah Nabila hanya menatap lesu kepada
dokter dan Maryono. Si koreografer, hanya diam membisu, menatap Nabila yang
kondisinya masih lemah.
“Saya
turut berduka cita atas kejadian yang dialami Nabila,” kata Maryono membuka
percakapan. Mereka semua yang menunggui Nabila, menoleh sedikit dan memberi
senyum sedih kepada Maryono. “Tetapi, mohon maaf sebelumnya. Saya ingin
memberikan beberapa pertanyaan pada Nabila. Ini demi kelangsungan investigasi
yang sedang dilakukan oleh polisi.”
“Saya
juga sudah memeriksa kondisi Nabila. Perlahan keadaannya terus membaik. Menjawab
beberapa pertanyaan tidak akan membuat kondisinya melemah,” kata dokter itu lembut
ketika melihat raut pertidak setujuan dari wajah ibu Nabila.
Akhirnya,
dengan enggan, ibu Nabila mengecup kening anaknya agak lama dan dengan langkah
gontai meninggalkan ruangan. Ayah Nabila merangkul istrinya agar tidak terjatuh
akibat langkahnya yang tidak seimbang. Si koreografer mengikuti mereka dari
belakang. Terakhir, dokter itu pun keluar dan menutup pintu untuk memberikan
privasi kepada Maryono.
Maryono
duduk di kursi bekas ibu Nabila karena posisi kursinya yang dekat dengan
ranjang Nabila. Mata Nabila mengikuti gerak Maryono menuju kursi di sebelah
kanannya. Maryono tersenyum kepada Nabila. Nabila hanya membalasnya dengan
senyum lemah.
“Hai,
Nabila,” sapa Mayono. “Saya Maryono dari kepolisian. Saya harap, kamu bisa
membantu penyelidikan yang sedang kami lakukan.”
Nabila
hanya mengangguk lemah tanda mengerti apa yang sudah dikatakan Maryono
kepadanya.
“Apa
kamu tahu siapa yang—yah, yang memberi sesuatu kepada kamu sebelum peristiwa
keracunan ini?”
Nabila
mengangguk. “Me-lo-dy,” katanya lemah.
“Siapa
Melody itu?”
“Cen-ter
ka-mi, Pak.”
Maryono
mengeluarkan notes kecil dari saku jaketnya dan mencatat nama Melody. “Apa yang
diberikan Melody pada kalian semua?”
“Pil
pu-tih.”
Maryono
mencatat lagi dan kemudian mengasumsikan pil putih itu sebagai barang bukti
atas meninggalnya 47 gadis remaja itu. “Lalu, apa yang dilakukan Melody setelah
dia memberikan pil itu? Apakah dia kabur?”
Nabila
menggeleng. “Ka-mi me-mi-num-nya ber-sa-ma sa-ma.”
“Bersama-sama?”
Apa maksudnya itu? “Apa Melody juga termasuk ke dalam korban tewas?”
Nabila
mengangguk.
Bunuh
diri, catat Maryono di notesnya. Bunuh diri masal. Tetapi apa alasannya? “Apa
kamu tahu kenapa kalian semua—yah, katakanlah bunuh diri bersama-sama?”
“Vi-de-o,”
jawab Nabila otomatis.
“Video
apa?”
“B-B.
Kak Gi-cha. B-B sa-ya sa-ma kak Gi-cha. Vi-de-o i-tu di-sa-na.”
“Maksudmu,
sama perempuan berambut pirang tadi?”
Nabila
mengangguk.
Maryono
segera keluar dari ruangan itu. Dia bertanya-tanya dalam hati, video apa yang
bisa membuat 48 gadis remaja untuk bunuh diri bersama-sama? Apakah ini seperti
sebuah ritual dari sekte terselubung? Sebuah persaudaraan bunuh diri yang melancarkan
aksinya lewat video yang dimaksud Nabila?
Di
ruang tunggu, Gicha duduk termenung dengan satu tangan menyangga dagu. Dia
ditinggal sendirian di sana karena kedua orang tua Nabila pergi mencari
makanan. Suara Maryono yang meminta Blackberry
Nabila, menyadarkannya dari lamunannya. Gicha pun segera mengambil Blackberry Nabila dari tas tangannya dan
menyerahkannya pada Maryono tanpa bertanya apa-apa.
Ketika
Maryono kembali ke ruangan, Nabila sudah duduk, bersandar pada bantal di
punggungnya. Benar kata dokter, perlahan kondisi Nabila membaik. Wajahnya sudah
tidak sepucat tadi. Maryono tersenyum pada Nabila dan kembali duduk di tempat
sebelumnya. Kini, Maryono menyerahkan Blackberry
Nabila dan memintanya untuk menunjukkan video yang dimaksud. Nabila segera
mengutak-atik Balckberry-nya dan
menyerahkannya kepada Maryono.
Tampilan
video pun muncul. Maryono mengkerutkan kening ketika menyaksikan video yang
berdurasi tujuh menit itu. Di dalam video itu, kira-kira ada sekitar 48 gadis
remaja seusia Member JKT48, duduk dalam posisi pemotretan siswa, sedang
memegang pisau cutter. Mereka
mengenakan kaos putih dengan tulisan SUICIDE48 berwarna merah. Mereka hanya
diam, menggerakkan kepala ke kanan-ke kiri dengan tatapan kosong, dan bibir
yang menyeringai. Mereka terus melakukan gerakan itu, hingga di menit kelima,
mereka mengiris pergelangan tangan mereka secara serentak hingga darah mengucur
dari urat nadi mereka. Kemudian mereka jatuh ke lantai. Menjelang akhir durasi,
video berubah menjadi latar hitam dan muncul tulisan SUICIDE48.
“Video
apa ini? Mana suaranya?” tanya Maryono karena video itu bisu.
“Harus
pa-kai hands-free,” kata Nabila agak kuat. “Ada sama kak Gi-cha.”
Maryono
pun kembali menemui Gicha dan meminta handsfree
padanya. Dengan segera, Maryono memasang handsfree
itu di telinganya dan memutar ulang video itu. Benar, terdengar suara wanita bernyanyi
dalam bahasa jepang. Suara itu terdengar hampa.
Hai, teman-temanku
Ayo mati bersama-sama
Hai, teman-temanku
Ayo bunuh diri bersama-sama
Hai, teman-temanku
Lakukanlah dan kau akan bahagia
Menjelang
video berakhir, seorang suster datang untuk mengecek kondisi Nabila. Maryono
mengijinkannya. Ketika suster itu masuk, dia menjerit. Maryono segera menyusul
ke dalam ruangan Nabila diikuti Gicha di belakangnya. Apa yang dilihat Maryono
sungguh sulit untuk dipercayainya. Nabila sudah tewas dengan mengenaskan.
Matanya melotot, lidahnya menjulur, selang infus yang digunakan untuk
menginfusnya, sudah terlilit sebanyak tiga lilitan di lehernya. Padahal
sebelumnya Nabila baik-baik saja, malah kondisinya semakin membaik.
Suster
yang syok tersungkur lemas di lantai. Maryono segera bertindak cepat untuk
membuka lilitan selang infus di lehernya sebelum kedua orang tua Nabila datang.
Tak lupa Maryono menutup kedua mata Nabila serta memasukkan kembali lidahnya
yang menjulur keluar. Lalu, Maryono menutup mayat Nabila dengan selimut rumah
sakit.
***
Nabila
menatap Maryono yang keluar dari ruangannya untuk meminta handsfree pada Gicha. Dia tersenyum ketika sendirian di ruangan
itu. Karena 47 Member sedang mengitarinya, mengulurkan tangan untuk
menjemputnya. Nabila mengangguk. Dia mencopot selang infusnya dan melilitkannya
di lehernya sebanyak tiga putaran. Kemudian, dia menarik lehernya dengan sangat
kencang, menyisakan goresan merah di lehernya. Sebelum menjerat lehernya
sendiri, Nabila sempat berkata, “Aitakata.”
***
Maryono
sibuk mencari informasi tentang Suicide48 setelah menghadiri pemakaman Nabila. Seluruh
media, baik dari Indonesia mau pun Jepang, baik elektronik mau pun cetak, sibuk
memberitakan tewasnya 48 gadis remaja itu dan membuat versi sendiri perihal kematian
para Member. Media menulis mereka bunuh diri karena stres dan tertekan dalam
binaan manajemen. Rasanya Maryono ingin memercayai apa yang digosipkan media
itu, mengingat penyebab bunuh diri yang dilakukan 48 Member, yang secara
serentak itu, hanya karena sebuah video.
Setelah
pencarian yang nihil, Maryono pun meninggalkan pencariannya itu dan pergi ke
sebuah food court di salah satu mall untuk makan siang. Maryono berhenti
memakan burger-nya ketika dia melihat
seorang gadis memakai kaos putih bertuliskan SUICIDE48 persis seperti yang
dilihatnya di dalam video itu. Gadis itu tinggi, berkulit putih, dan rambutnya
hitam lurus sepunggung. Maryono tidak bisa melihat wajah gadis itu karena dia
membelakangi Maryono. Dengan tergesa-gesa, Maryono mengejar gadis itu dan
mencoba menghentikannya dengan berteriak, “Hei! Kau yang berkaos putih suicide
empat delapan. Berhenti sekarang!” Gadis itu tak menggubris, dia terus saja
berlari.
Semakin
Maryono melebarkan langkahnya untuk mengejar gadis itu, semakin sulit pula
gadis itu untuk disusul. Hingga mereka sampai di atap mall, gadis itu berhenti.
Dia menunjuk ke arah belakang Maryono. Ketika Maryono menoleh, sekitar 47 gadis
seumuran gadis yang dikejarnya tadi, berjajar rapi. Secara bersamaan, lagu
wanita jepang yang ada dalam video bunuh diri Suicide48 yang ditontonnya tadi
malam, memenuhi telinganya.
…Hai, teman-temanku
Ayo bunuh diri bersama-sama…
Jantung
Maryono berdebar kencang, aliran darahnya kaku, dan matanya menatap hampa. Dia
tersenyum, menganggukan kepalanya ke kanan-ke kiri dan berjalan menuju tepi
gedung. Sambil menyeringai dia berkata, “Aitakata.” Dan dia pun menjatuhkan
dirinya dari atap gedung.
Sembilan
puluh enam gadis remaja Suicide48 dan JKT48, menatap ke arah tewasnya Maryono, menyeringai
puas. Lalu, mereka berkata bersama-sama…
“Aitakata.
Kami semua selalu ada di belakangmu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar